Reksadana jelas bukan saham yang bisa dengan mudahnya ditransaksikan
di hitungan menit. Namun, fasilitas reksadana online memungkinkan para
investor menjualbelikan unit penyertaan reksadananya dengan lebih
mudah.
Meski tak real time, karena harus menunggu laporan pembelian atau
penjualan unit yang datang keesokan harinya, investor masih punya cukup
ruang untuk trading dengan memanfaatkan kenaikan dan penurunan NAV.
"Trading itu selalu menarik karena bisa memanfaatkan gejolak
sekecil apapun di pasar," kata Edbert Suryajaya, Analis Riset Infovesta
Utama. Walau begitu, ia mengingatkan investor untuk berpulang lagi ke
khitah awal reksadana.
Pada dasarnya, reksadana menjadi produk alternatif bagi investor
yang tak bisa trading saham, obligasi, dan produk investasi lain secara
langsung. Tidak bisa di sini bisa berarti si investor tak punya cukup
waktu untuk mengikuti pasar, tidak punya cukup informasi, dan
pengetahuan dasar investasi. Karena itulah hadir reksadana yang
portofolio investasinya diserahkan dalam kelolaan MI.
Selain itu, trading reksadana juga harus memperhatikan fee jual
atau beli yang terkadang cukup besar. "Kalau fee transaksi saham hanya
sekitar 0,02%-0,03%, fee reksadana lebih besar dari itu. Bahkan ada MI
yang menarik fee hingga 2% dari transaksi," tutur Edbert.
Maka, jika memang investor tetap ingin menggunakan strategi
trading dalam berinvestasi reksadana, Edbert menyarankan agar investor
mencari reksadana dengan fee jual/beli yang rendah atau bahkan nol.
Syarat lainnya, investor punya waktu untuk mengamati pergerakan
portofolionya, serta sudah punya rencana trading yang dijalankan dengan
disiplin.[KONTAN]

0 Komentar untuk "Trading Reksadana, Perlukah?"