Mahasiswa Adalah Buruh Masa-Depan

Apa artinya hal-hal tersebut bagi mahasiswa? Kita bisa menyimpulkan, sebetulnya, bahwa mahasiswa adalah para buruh masa-depan. Dengan semakin konvergennya ‘kerja’ dan ‘pengetahuan’, maka mahasiswa dituntut untuk dapat comply dengan kebutuhan industri. Kampus menjadi sarana penting untuk menciptakan tenaga kerja yang terdidik, yang dapat men-sustain-kan moda produksi kapitalisme di masa yang akan datang.

Hal ini, disadari atau tidak, sebetulnya memberikan implikasi penting bagi gerakan mahasiswa dan gerakan buruh saat ini. Dengan posisinya sebagai ‘buruh masa-depan’, maka mahasiswa sebetulnya harus sadar bahwa kepentingan buruh saat ini adalah kepentingannya di masa yang akan datang. Ketika mahasiswa lulus, dalam profesi apapun ia bekerja, ia harus sadar bahwa ia adalah ‘buruh’. Kesadaran atas subjektivitasnya inilah yang, menurut Zizek (2009) akan menjadi salah satu fondasi dari resistensi yang ia bangun pada konstruksi bangunan yang bernama kapitalisme.

Jika mahasiswa adalah ‘buruh masa-depan,’ maka sudah selayaknya gerakan mahasiswa saat ini mengambil posisi yang inheren dengan gerakan buruh. ‘Subjek’ mahasiswa saat ini, dalam relasi produksi kapitalisme kontemporer, adalah buruh-di-masa-depan; Ia harus mengidentifikasikan dirinya dengan melihat ‘buruh’ sebagai cermin -jika menggunakan terminologi Lacanian- dan menjadikan buruh sebagai penanda-utamanya. Subjek mahasiswa adalah subjek yang berkekurangan, dan ketika ia berhadapan dengan ganasnya alam kapitalisme, ia harus menutup lubang tersebut dengan hasratnya. ‘Hasrat’ tersebut kemudian melahirkan sistem penandaan -bahasa- yang dijangkarkan oleh sebuah penanda-utama tertentu. Jika logika ini dipakai, dengan menjadikan ‘buruh’ sebagai penanda-utama, seluruh bahasa gerakan mahasiswa akan berorientasi pada relasi produksi kapitalisme yang menyertakan buruh sebagai penanda utamanya, mengintegrasikan gerakannya dengan ‘gerakan buruh’ saat ini.

Tetapi yang menjadi pertanyaan, apakah buruh sendiri saat ini sadar dengan posisinya pada relasi produksi kapitalisme? Di sini yang menjadi catatan kita. Jika buruh sendiri memahami subjektivitasnya sebagai bagian penting dari relasi produksi kapitalisme, maka identifikasi buruh terhadap dirinya sendiri bukanlah sesuatu yang parsial, dalam arti ia hanya memikirkan bagaimana cara menaikkan upah minimum atau jaminan sosial, tetapi juga ‘sesuatu’ yang lebih luas dari itu: bagaimana membangkitkan kesadaran bahwa ‘semua orang yang bekerja’ adalah buruh dan dengan demikian semua kepentingan masyarakat Indonesia yang berada dalam relasi produksi kapitalisme adalah kepentingan buruh juga. Di sini, kita bisa melihat celah konvergensi gerakan mahasiswa dan gerakan buruh: seluruh isu yang berkaitan dengan mahasiswa, karena ia adalah buruh masa-depan, adalah isu yang bersinggungan dengan kepentingan buruh sendiri.

Mari kita lihat secara lebih clear. Mengapa buruh penting bagi mahasiswa dan juga sebaliknya? Pertama, sebagamana saya katakan di atas, mahasiswa adalah buruh masa-depan. Oleh sebab itu, gerakan buruh seharusnya melihat ‘mahasiswa’ sebagai basis perkaderan. Merekalah yang di masa depan akan menggantikan para buruh dalam bergerak. Sehingga, aktivitas perkaderan buruh semestinya juga dilakukan di kampus-kampus. Mahasiswa harus dibangkitkan kesadarannya bahwa ia adalah calon penerus para buruh; dan dengan demikian harus memahami logika buruh sebagai sebuah kelas tersendiri. Paling tidak, mahasiswa memahami relasi produksi kapitalisme bukan dari logika menara-gading, melainkan dari logika buruh sendiri. Ini akan membuat kesadaran mahasiswa sebagai buruh tumbuh, dan ia akan mampu menentukan subjektivitasnya di masa depan.

Kedua, buruh memerlukan pengetahuan. Terutama, pengetahuan mengenai relasi produksi kapitalisme sekarang ini secara lebih objektif. Dengan demikian, buruh akan mampu memetakan strateginya untuk menghadapi para pemodal yang, sekarang, tidak hanya menekan mereka secara represif, tetapi juga mengakomodasi kepentingan parsial buruh dalam logika yang hegemonik. Hal ini disediakan oleh mahasiswa dalam proses ia belajar di kampus. Dengan demikian, gerakan mahasiswa memiliki satu hal yang membuat ia membedakan diri dari gerakan buruh: basis pengetahuan. Jika pengetahuan tersebut didedikasikan kepada buruh, dalam arti ia menjadi salah satu basis pengorganisasian buruh, gerakan mahasiswa akan mendapatkan relevanasinya.

Ini bukan berarti gerakan mahasiswa harus ikut dalam satu gerakan yang dikonstruksi oleh kaum buruh. Melainkan, di sini, keduanya harus memahami subjektivitasnya masing-masing. ‘Subjek’ buruh adalah berbeda dengan ‘Subjek mahasiswa’ -mahasiswa tentu saja berbeda dengan buruh dalam arti ia tidak memenuhi kriteria untuk menjadi ‘subjek’ buruh, tetapi keduanya dipersatukan dalam satu penanda-utama yang sama. Ini berarti, gerakan mahasiswa harus paham dan ambil bagian dalam gerakan buruh, dan begitu juga sebaliknya: gerakan buruh juga turut ambil bagian dalam pengorganisasian mahasiswa.

Artinya, jika kedua subjek sudah memahami subjektivitasnya, kita akan sampai pada satu kesimpulan bahwa sebetulnya, perjuangan-kelas masih relevan. Transformasi kapitalisme tidak lantas berimplikasi pada peleburan kelas-kelas: ia justru mempertegas ‘kelas.’ Zizek (2009) di sini benar, ketika ia berpendapat bahwa modus kapitalisme yang berbasis pada finansial sejatinya tidak berbeda dengan kapitalisme industrial, dalam arti yang berbeda hanyalah bentuk-nya; logikanya tetap sama. Subjek yang dilahirkan dari kapitalisme, tetap akan mengarah pada dua pilihan yang antagonistik: ‘borjuis’ atau ‘proletariat’ (sebagaimana diktum Marx dalam The Communist Manifesto). Namun, yang kemudian membuat keduanya tampak kabur adalah hal-hal yang mengalienasi subjek. Buruh tetap buruh, hanya saja ia dialienasi oleh penikmatan-penikmatan yang diberikan oleh modus kapitalisme baru kepadanya. Tetapi, jika seorang buruh sadar akan posisi ‘kelas’-nya, dalam artian ia sadar dari fantasi ideologis yang dikonstruksi oleh kapitalisme kontemporer, maka ia hanya akan memandang ‘Yang-Lain’ sebagai borjuis. Hal yang sama, terjadi, dalam konteks mahasiswa sebagai buruh masa-depan




Sumber : IndoProgress
Tag : Humaniora
0 Komentar untuk "Mahasiswa Adalah Buruh Masa-Depan"

Back To Top