Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
97/E/KU/2013 tertanggal 5 Februari 2013, maka pihak Dikti meminta agar
Perguruang Tinggi melaksanakan dua hal, yaitu:
- Menghapus uang pangkal bagi mahasiswa baru program S1 Reguler mulai tahun akademik 2013/2014.
- Menetapkan dan melaksanakan tarif Uang Kuliah Tunggal bagi mahasiswa baru S1 Reguler mulai tahun akademik 2013/2014.
Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sistem pembayaran akademik di mana
mahasiswa program S1 reguler membayar biaya satuan pendidikan yang sudah
ditetapkan jurusanya masing-masing. UKT dinilai sebagai terobosan baru
dalam pembayaran akademik. Ciri khas UKT adalah dihapuskanya Sumbangan
Peningkatan Mutu Akademik (SPMA) di semua jurusan universitas di
Indonesia, dan dengan sistem pembayaran yang ditetapkan per semester
oleh jurusan masing-masing, maka sistem pembayaran dengan Sistem Kredit
Semester (SKS) tidak berlaku lagi.
Harapan Mendikbud dan Dirjen Dikti menginstruksikan UKT akan
diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014. Dengan UKT, mahasiswa baru
tak perlu membayar berbagai macam biaya, tetapi hanya membayar UKT yang
jumlahnya akan dan berlaku sama pada tiap semester selama masa
kuliah. Mendikbud menjanjikan, tidak akan ada lagi biaya tinggi masuk
PTN. Pemerintah akan memberikan dana bantuan operasional pendidikan
tinggi negeri (BOPTN). Dana BOPTN meningkat dari tahun lalu Rp 1,5
triliun menjadi Rp 2,7 triliun tahun ini.
Kalau kondisi ini yang terjadi, harapan UKT murah tidak akan
terwujud, bahkan bisa jadi akan lebih memberatkan. Seharusnya PTN
menghitung secara cermat UKT dengan melakukan efisiensi pada pos-pos
pembiayaan yang prioritasnya rendah sehingga bisa menekan UKT. Namun,
dengan waktu yang sangat terbatas, mengingat proses pendaftaran SNMPTN
sudah dimulai 1 Februari 2013, kemungkinan cara ini tidak bisa
dilakukan.
Kuliah dengan sistem kredit tak sesuai dengan biaya pendidikan yang
tetap sepanjang masa studi. Misalnya apabila nanti UKT salah satu
jurusan adalah Rp 7,5 juta per semester. Seorang mahasiswa di semester
akhir yang tinggal mengerjakan tugas akhir dengan bobot 4 SKS akan
keberatan jika harus membayar Rp 7,5 juta.
Surat edaran Ditjen Dikti tentang UKT mengacu pada UU Nomor. 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi. Tetapi, tidak disebutkan mengacu ke
pasal yang mana dalam surat edaran tersebut. Akan tetapi, beberapa
analisa kami mengacu kepada pasal 88 ayat 5 UUPT yang menyebutkan bahwa
ketentuan lebih lanjut mengenai standar satuan biaya operasional
Pendidikan Tinggi akan diatur dalam Peraturan Menteri.
Ada beberapa kejanggalan yang terjadi apabila kita melihat UKT lebih dekat lagi, yaitu:
- Apabila kita melihat surat edaran Ditjen Dikti, maka itu bukanlah Peraturan Menteri, tetapi itu adalah surat edaran Ditjen Dikti.
- Standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi sekarang, dengan adanya sistem UKT, masih dalam tahap penghitungan oleh PTN, bukan satuan yang ditetapkan Menteri, seperti yang tertera dalam pasal 88 ayat 5 UUPT.
- Memang ada Peraturan Mendikbud Nomor 58 Tahun 2012 tentang BOPTN. Tetapi, BOPTN bukanlah kepanjangan dari “biaya operasional pendidikan tinggi negeri”, tetapi “bantuan operasional pendidikan tinggi negeri”. Jauh berbeda secara harfiah antara “biaya” dan “bantuan”.
- Apakah UKT ini berhubungan dengan UUPT? Masih dalam kajian kami lebih lanjut, tetapi kembali ke surat edaran maka surat tersebut merujuk pada UUPT yang saat ini BEM KM UGM sedang mengupayakan proses uji materi terhadap UU ini, dan kami menduga merujuk pada pasal 88 ayat 5 tersebut.
- Dengan kenaikan BOPTN versi bantuan (bukan biaya), maka logikanya uang kuliah menjadi turun karena ada kenaikan yang luar biasa hampir 2 kali lipat dari tahun sebelumnya, tetapi sekali lagi berdasarkan hitungan-hitungan kami terkait biaya UKT dan non-UKT, ada disparitas biaya yang lebih mahal dari sebelumnya. Logikanya mengapa bantuan lebih banyak turun, tetapi uang kuliahnya jadi lebih mahal bukan lebih murah? Kemana uang-uang tersebut dialokasikan?
- UKT hanya menguntungkan bagi mahasiswa yang membayar SPMA nya sangat besar, tetapi jadi lebih merugikan bagi mahasiswa yang membayar SPMA lebih kecil dan menegah.
sumber
Tag :
Humaniora

0 Komentar untuk "Sistem Uang Kuliah Tunggal, Layakkah Diterapkan?"